I. PENDAHULUAN
Dalam Ilmu Politik, pembahasan tentang demokrasi merupakan pembicaraan yang telah lama ada. Setidaknya jika mencari titik awalnya dapat ditarik semenjak zaman Yunani kuno ketika Pericles menerapkan sistem pemerintahan demokrasi dan kemudian mulai dikenalnya praktek pemilu yang dilaksanakan secara langsung dalam city state di Athena. Perkembangan selanjutnya pada zaman modern sekarang ini, pembahasan tentang demokrasi dipandang sebagai konsep barat yang ideal dan lebih baik dari konsep lainnya, meskipun hal ini perlu dipertanyakan lagi. Setidaknya dianggap lebih baik dibandingkan bentuk otoritarian yang ada di Amerika Latin.
Konsep
demokrasi yang berkembang di barat merupakan konsep yang lahir dari
masyarakat bawah yang kemudian memberikan bentuk demokrasi barat itu
sendiri. Ketika konsep yang dianggap ideal dan berkembang di barat ini
diterapkan di negara berkembang, terjadi pertanyaan baru tentang
bagaimana sebenarnya konsep, teori dan karakteristik dari demokrasi
tersebut. Hal ini dikarenakan konsep demokrasi adalah produk barat yang
dipaksakan untuk diterapkan di negara berkembang dan yang belum tentu
sesuai dengan kondisi masyarakat. Masyarakat barat adalah masyarakat
modern dengan tingkat pemahaman yang lebih baik dan tingkat ekonomi yang
telah maju dibandingkan masyarakat di negara berkembang yang masih
termasuk dalam kategori masyarakat tradisional dengan ekonomi dalam
bidang agraris. Sehingga tidak heran negara berkembang masih banyak
sedang mencari bentuk demokrasi itu sendiri.
Terlepas
dari paparan tentang demokrasi di negara berkembang tersebut di atas,
tulisan ini akan membahas tentang demokrasi yang ada di dunia dengan
kasus yang sangat menarik tentang penerapan demokrasi tersebut di
Amerika Serikat. Mengambil contoh Amerika Serikat dikarenakan negara ini
oleh banyak kalangan dianggap sebagai negara yang paling demokratis
saat ini. Meskipun hal tersebut perlu dianalisa lagi kebenarannya dengan
berbagai kondisi saat ini. Namun setidaknya praktik demokrasi tersebut
dapat dilihat di Amerika Serikat dan memang negara inilah yang dianggap
motor penerapan demokrasi di dunia khususnya di barat yang selanjutnya
diharapkan menjadi acuan negara berkembang dalam penerapan demokrasi di
negaranya.
Dari
sekian banyak konsep dan teori demokrasi, di Amerika Serikat diterapkan
demokrasi liberal dengan beberapa karakteristik tentunya. Jika ditarik
konsep demokrasi liberal ini, ia akan mengacu pada teori demokrasi
pluralis atau pluralisme demokrasi yang dikemukakan oleh Robert Dahl.
Dalam kaitan itulah, penerapan demokrasi di Amerika Serikat dengan
demokrasi liberal dilihat dari sisi pengakuan atas pluralismenya.
II. KERANGKA TEORITIS
Berbicara
tentang demokrasi, Robert Dahl menyebutkan bahwa demokrasi memberikan
jaminan kebebasan yang tak tertandingi oleh sistem politik manapun.
Secara instrumental, demokrasi mendorong kebebasan melalui tiga cara.[1] Pertama, pemilu
yang bebas dan adil yang secara inheren mensyaratkan hak-hak politik
tertentu untuk mengekspresikan pendapat, berorganisasi, oposisi serta
hak-hak politik mendasar semacam ini tidak mungkin hadir tanpa pengakuan
terhadap kebebasan sipil yang lebih luas. Kedua, demokrasi
memaksimalkan peluang bagi penentuan nasib sendiri, setiap individu
hidup di bawah aturan hukum yang dibuat oleh dirinya sendiri. Ketiga, demokrasi
mendorong otonomi moral, yakni kemampuan setiap warga negara membuat
pilihan-pilihan normatif dan karenanya pada tingkat yang paling
mendalam, demokrasi mendorong kemampuan untuk memerintah sendiri.
Mengenai
demokrasi ini, Robert Dahl menyatakannya dengan demokrasi pluralis atau
pluralisme demokratis. Dalam penggunaan istilah pluralisme atau
pluralis, Dahl mengacu pada pluralisme organisasi yaitu adanya
pluralitas sebagian besar organisasi atau subsistem yang secara relatif
bersifat otonom di dalam wilayah sebuah negara. Menurutnya, sebuah
negara disebut demokrasi pluralis, jika: a) ia merupakan demokrasi dalam
arti poliarki, dan b) organisasi-organisasi penting lainnya relatif
bersifat otonom. Selanjutnya semua negara demokratis merupakan demokrasi
pluralis.
Mengenai
demokrasi yang diidentikkan dengan poliarki, Dahl menyatakan bahwa
poliarki adalah sistem politik yang bercirikan suatu kompetisi yang
bebas dan wajar di antara kelompok minoritas yang berpengaruh dan
mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan. Dia juga memandang proses
yang menentukan untuk meyakinkan bahwa para pemimpin politik akan lebih
tanggap terhadap kepentingan warga negara biasa dan tampaknya percaya
bahwa dengan segala kelemahannya (sistem politik Amerika) akan
memungkinkan setiap kelompok yang aktif dan diakui menjadikan dirinya
didengar secara efektif pada tingkat tertentu proses pembuatan
keputusan.[2]
Konsepsi
Dahl tentang poliarki mengandung dua dimensi, yakni oposisi (persaingan
yang terorganisasi melalui pemilu yang teratur, bebas dan adil) dan
partisipasi (hak hampir semua orang dewasa untuk memilih dan
berkompetisi memperebutkan jabatan publik). Namun sebetulnya di dalam
dua dimensi ini terdapat dimensi ketiga berupa kebebasan sipil yang
membuat oposisi dan partisipasi benar-benar bermakna. Poliarki bukan
hanya mencakup kebebasan memilih dan berkontestasi untuk jabatan publik
tapi juga kebebasan berbicara dan mempublikasikan pandangan-pandangan
yang berbeda, kebebasan membentuk dan bergabung dengan organisasi dan
akses terhadap sumber-sumber informasi alternatif.[3]
Selanjutnya,
Ia menyatakan bahwa kebanyakan negara sedikit banyaknya mempunyai
pengaruh karena para pejabat yang terpilih meletakkan kehendak-kehendak
nyata dan imajiner para pemilihnya dalam pikirannya di dalam memutuskan
kebijakan-kebijakan apa yang akan diambil atau ditolak. Sementara dalam
memandang egalitarianisme, Dahl menyatakan bahwa struktur politik dalam
pelaksanaannya dapat dianalisa dengan cara yang terbaik dalam hal
kelompok-kelompoknya yang sangat berpengaruh yang pada kenyataannya
mengawasi dan mengarahkan mekanisme kekuatan politik.
Terlepas
dari hal di atas, secara umum dikenal beberapa konsep demokrasi salah
satunya adalah demokrasi liberal. Demokrasi liberal membutuhkan[4], pertama, demokrasi
liberal menolak kehadiran kekuasaan militer maupun aktor-aktor lain
yang secara langsung maupun tidak langsung tidak memiliki akuntabilitas
pada pemilih. Kedua, selain akuntabilitas secara vertikal para
penguasa kepada rakyat (yang terutama dijamin lewat pemilu) demokrasi
liberal menghendaki akuntabilitas secara horizontal di antara para
pemegang jabatan, yang membatasi kekuasaan eksekutif dan juga melindungi
konstitusionalisme, legalitas dan proses pertimbangan. Ketiga, demokrasi
liberal mencakup ketentuan-ketentuan yang luas bagi pluralisme sipil
dan politik serta kebebasan individu dan kelompok.
Kebebasan dan pluralisme hanya dapat dijamin melalui rule of law yang menjalankan peraturan-peraturan hukum secara layak, konsisten dan mudah diprediksikan. Selain itu, demokrasi liberal memiliki beberapa komponen khusus sebagai berikut:[5]
1. Kontrol
terhadap negara, keputusan-keputusan dan alokasi-alokasi sumber dayanya
dilakukan secara faktual maupun teoritik oleh para pejabat publik yang
terpilih. Dalam hal ini kekuasaan militer berada di bawah subordinasi
para pejabat sipil yang terpilih.
2. Kekuasaan
eksekutif dibatasi secara konstitusional dan faktual, oleh kekuasaan
otonom institusi-institusi pemerintahan lain (seperti peradilan
independen, parlemen dan mekanisme-mekanisme akuntabilitas horizontal
lainnya).
3. Selain
hasil pemilu tidak dapat diprediksi, suara oposisi yang signifikan dan
peluang bagi setiap partai untuk memerintah, demokrasi liberal juga
mengakui hak kelompok yang tunduk pada prinsip-prinsip
konstitusionalisme untuk membentuk partai dan mengakui pemilu.
4. Demokrasi
liberal tidak melarang kelompok-kelompok minoritas kultural, etnik,
agama dan lainnya untuk mengungkapkan kepentingannya dalam proses
politik atau untuk berbicara dengan bahasanya dan mempraktikkan
budayanya.
5. Di
luar pemilu dan partai, warga negara mempunyai berbagai saluran
artikulasi dan representasi dari kepentingan-kepentingan serta
nilai-nilai mereka, termasuk kebebasan membentuk dan bergabung dengan
beragam perkumpulan dan gerakan independen.
6. Demokrasi
liberal menyediakan sumber-sumber informasi alternatif (termasuk media
independen) agar warga negara memiliki akses yang tidak terkekang secara
politik.
7. Setiap
individu juga memiliki kebebasan beragama, berpendapat, berdiskusi,
berbicara, publikasi, berserikat, berdemonstrasi dan menyampaikan
petisi.
8. Setiap
warga negara memiliki kedaulatan yang setara di hadapan hukum (walaupun
bisa dipastikan setiap warga negara tidak memiliki kedudukan yang
setara dari segi pemilikan sumber-sumber daya politik).
9. Kebebasan
individu dan kelompok dilindungi secara efektif oleh sebuah peradilan
yang independen dan tidak diskriminatif, yang keputusan-keputusannya
ditegakkan dan dihormati pusat-pusat kekuasaan lainnya.
10. Rule of law
melindungi warga negara terhadap penahanan yang tidak sah, pengucilan,
teror, penyiksaan dan campur tangan yang tidak sepantasnya dalam
kehidupan pribadi baik oleh negara maupun oleh kekuatan terorganisasi
non-negara dan anti negara.
Secara
umum, setidaknya hal di atas dapat dikerucutkan dan dikaitkan dengan
lima kriteria yang mengkondisikan bahwa proses demokrasi yang ideal
menurut Dahl, yaitu:[6]
1. Persamaan hak pilih,
Dalam
membuat keputusan kolektif yang mengikat, hak istimewa dari setiap
warga negara seharusnya diperhatikan secara berimbang dalam menentukan
keputusan terakhir.
2. Partisipasi efektif,
Dalam
seluruh proses pembuatan keputusan secara kolektif, termasuk tahap
penentuan agenda kerja, setiap warga negara harus mempunyai kesempatan
yang sama dan memadai untuk menyatakan hak-hak istimewanya dalam rangka
mewujudkan kesimpulan terakhir.
3. Pembeberan kebenaran,
Dalam
waktu yang dimungkinkan, karena keperluan untuk suatu keputusan, setiap
warga negara harus mempunyai peluang yang sama dan memadai untuk
melakukan penilaian yang logis demi mencapai hasil yang paling
diinginkan.
4. Kontrol terakhir terhadap agenda,
Masyarakat
harus mempunyai kekuasaan eksklusif untuk menentukan soal-soal mana
yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses-proses yang
memenuhi ketiga kriteria yang disebut pertama. Dengan cara lain, tidak
memisahkan masyarakat dari hak kontrolnya terhadap agenda dan dapat
mendelegasikan kekuasaan dan mendelegasikan wewenang kekuasaan kepada
orang-orang lain yang mungkin dapat membuat keputusan-keputusan lewat
proses-proses non demokratis.
5. Pencakupan,
Masyarakat harus meliputi semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum kecuali pendatang sementara.
III. PEMBAHASAN
Amerika Serikat yang sering dikenal sebagai negeri Paman Sam berpenduduk 270 juta jiwa lebih, yang terdiri dari berbagai macam ras dan tersebar di 50 negara bagian. Negara ini menganut sistem bicameral yaitu Senat dan House of Representatives (HoR). HoR
yang bermasa tugas hanya dua tahun, lebih terfokus pada pembuatan
perangkat hukum atau perundang-undangan berikut pengawasan terhadap
aplikasinya secara ketat dan terukur. Masa tugas yang hanya dua tahun,
secara psikologis ternyata sangat berpengaruh terhadap mutu kinerja
anggota HoR, karena jika kinerja mereka baik maka kemungkinan tetap
dipilih pada pemilu berikutnya akan lebih besar. Di sini terlihat bahwa
HoR bekerja benar-benar untuk kepentingan masyarakat yang memilihnya.
Secara konstitusional HoR mempunyai kewenangan mengajukan rancangan
pendapatan negara dan dalam kaitan dengan eksekutif bisa mengajukan impeachment dan meloloskan usulan tersebut.
Sementara
anggota Senat merupakan wakil dari 50 negara bagian yang keseluruhannya
berjumlah 100 orang dengan masa jabatan 6 tahun. Senat secara
konstitusional mempunyai kekuasaan membuat UU, juga kekuasaan konfirmasi
yaitu memberikan pertimbangan, persetujuan atau penolakan dalam
perjanjian antar negara, penunjukkan duta besar, beberapa jabatan
kementerian dan pemerintahan lainnya, pengangkatan hakim pada Mahkamah
Agung dan Pengadilan Federal.[7]
Jika
dilihat praktik demokrasi di Amerika Serikat, sedikit banyak tidak
dapat dipungkiri bahwa negara ini telah menerapkan prinsip-prinsip dasar
demokrasi dalam praktik kenegaraannya. Semua hal yang berkaitan dengan
kenegaraan telah diatur dengan rinci dalam konstitusinya. Di samping
itu, lembaga-lembaga negara yang ada pun menjalankan tugas dengan
mekanisme check and balances yang tinggi antara satu lembaga dengan lembaga lainnya.
Tiga
lembaga pemerintahan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, secara
terpisah antara satu dengan yang lain masing-masing memiliki kekuasaan
untuk mengimbangi di antara ketiga lembaga tersebut. Mekanisme check and balances yang
terutama ditujukan bagi lembaga legislatif yang memiliki kekuasaan
tertinggi (HoR) yang diimbangi oleh Senat yang dipilih oleh lembaga
legislatif negara-negara bagian merupakan suatu cara untuk membagi
kekuasaan pemerintah dan menghindari terjadinya penyalahgunaan
kekuasaan.
Di
samping itu, jumlah partai politik di Amerika Serikat yang ikut dalam
pemilu memang hanya dua yaitu Partai Demokrat dan Partai Republik, namun
selain itu banyak kelompok kepentingan yang berkembang dalam masyarakat
seperti Grand Old Party Political Action Committee (GOPAC), Public Opinion Strategies
dan banyak lagi yang lainnya. Hal ini tidak mengherankan karena tingkat
partisipasi masyarakat dalam bidang politik lebih banyak disalurkan
dalam bentuk kelompok-kelompok kepentingan melalui forum diskusi.
Jika dilihat lagi lebih mendalam, prinsip-prinsip demokrasi yang dijalankan dapat dipaparkan sebagai berikut:
Pemilihan Umum yang demokratis,
Di Amerika Serikat, Kongres membentuk Federal Election Commission (FEC)
yang bertugas melaksanakan pemilihan umum dan badan ini murni
independen sehingga tidak ada kemungkinan dicampuri atau diintervensi
oleh pemerintah. Pengurusnya dipilih setiap enam tahun sekali dan tugas
yang paling penting ialah pengawasan terhadap pengelolaan sumber dana
(yang dipakai untuk pembiayaan kampanye) dari setiap calon kandidat,
kelengkapan administrasi kandidat serta penghitungan suara hasil pemilu.
Pada
tingkat nasional, pemilu diadakan dua kali yaitu pemilihan presiden dan
anggota kongres dengan rentang waktu yang berbeda. Presiden setiap
empat tahun sekali sedangkan kongres ada dua macam yaitu HoR untuk masa
bakti dua tahun dan Senat untuk periode enam tahun. Terlepas dari itu,
yang menarik sebelum seseorang bertarung untuk memperebutkan kursi di
HoR di tingkat negara bagian, seseorang harus dipilih melalui pemilihan primary.
Primary adalah pemilihan di antara pendukung partai yang sama untuk
memilih kandidat partai yang akan bertarung memenangkan kursi di negara
bagian.
Mengenai
pengisian jabatan publik berdasarkan kapabilitas yang dimiliki individu
tersebut, bukan hal yang baru di Amerika Serikat karena masalah
kapabilitas ini sudah menjadi keharusan bagi seseorang jika ia akan
memegang satu jabatan. Selintas dapat dilihat bahwa Amerika dalam
pengisian jabatan publik lebih menerapkan sistem merit yang
menitikberatkan pada profesionalisme seseorang. Misalnya, Ketua HoR di
Amerika Serikat tidak bisa langsung diangkat atau dipilih kalau jam
terbang karirnya memimpin belum ada sama sekali. Dia harus pernah
memimpin komisi, memimpin fraksi, pernah memangku jabatan politik dalam state legislature atau jabatan politik di negara bagian.[8] Perkembangan
sistem merit ini di Amerika Serikat dipengaruhi secara mendalam oleh
aspirasi demokrasi dan mobilitas sosial dari masyarakatnya, terutama
dipengaruhi oleh pemikiran tentang persamaan kesempatan.
Kembali
mengenai pemilu yang demokratis, di Amerika Serikat, pemilihan yang
bebas dan adil adalah hal yang penting dalam menjamin pondasi politik
demokratis. Untuk beberapa alasan kebanyak warga Amerika percaya secara
keseluruhan sistem elektoral adalah adil dan jujur. Beberapa hal yang
dapat dicatat antara lain bahwa frekuensi pemilihan-pemilihan bermakna
tak ada partai atau faksi di dalam sebuah partai yang punya jaminan
untuk selamanya berkuasa, yang mendapat suara mayoritas tidak mungkin
selalu mendapat suara mayoritas pada pemilihan berikutnya. Ini berarti
mayoritas adalah sesuatu yang berubah-ubah. Di samping itu, mayoritas
bersifat sementara mengingat sistem elektoral melindungi hak-hak untuk
berkompetisi. Akhirnya, pemilihan-pemilihan di Amerika Serikat
merangkaikan pemberi suara dengan pemegang jabatan di pemerintahan. Ini
berarti rakyat menilai pejabat-pejabat terpilih sebagai agen mereka,
mendapat kewenangan untuk bertindak atas nama mereka.
Pemilihan-pemilihan di Amerika Serikat menjadikan pejabat-pejabat publik
sebagai abdi rakyat daripada menjadikan rakyat abdi pemerintah.[9]
Sistem peradilan yang independen,
Lembaga
yudikatif di Amerika Serikat adalah lembaga hukum yang independen. Ia
terdiri dari Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan tertinggi. MA
membawahi badan Peradilan Banding tingkat federal dan di tingkat lebih
bawah lagi terdapat badan Peradilan tingkat distrik.
MA
di Amerika Serikat merupakan satu-satunya produk yudikatif dari
konstitusi. Keputusan MA tidak dapat ditandingi oleh lembaga peradilan
lainnya. Meskipun kongres memiliki kewenangan untuk menentukan jumlah
hakim yang akan duduk dalam MA dan kadangkala menentukan kasus apa yang
harus diselesaikan, namun tidak memiliki kewenangan untuk menjatuhkan
kekuasaan MA. MA menangani kasus yang melibatkan orang penting dari
negara lain dan negara bagian Amerika Serikat serta kasus-kasus banding
dari pengadilan di bawahnya. Di samping itu MA juga berfungsi untuk
menginterpretasikan hukum yang akan disahkan oleh Kongres dan juga
Peraturan Pemerintah agar tidak menyimpang dari konsitusi.[10]
Pengadilan
bisa menjadi sangat kuat dalam demokrasi, dan melalui banyak cara ia
adalah tangan yang menafsirkan dan memberlakukan aturan-aturan yang ada
di konstitusi. Di Amerika Serikat, pengadilan bisa menyatakan bahwa
tindakan kongres dan badan parlemen di tingkat negara bagian tidak sah
karena bertentangan dengan konstitusi dan bisa memerintahkan suatu
tindakan oleh kepresidenan atas alasan yang sama. Pembela terbesar
hak-hak individu di Amerika Serikat adalah sistem pengadilan; hal ini
dimungkinkan karena kebanyakan hakim memiliki masa jabatan seumur hidup
dan dapat memusatkan perhatian tanpa terganggu oleh politik. Meski tidak
semua pengadilan yang berdasarkan pada konstitusi sama bentuknya, harus
ada sebuah lembaga yang punya kewenangan untuk menentukan apa yang
dikatakan konstitusi saat cabang-cabang dalam pemerintahan melampaui
kekuasaan mereka.[11]
Ditambahkan
lagi, lembaga hukum di Amerika Serikat yang independen ini bertugas
mengawasi serta menjustifikasi dan memberikan keputusan hukum atas
segala bentuk pelanggaran hukum. Dalam putusannya, lembaga ini tidak
dapat dipengaruhi ataupun diintervensi oleh lembaga
manapun. Di samping itu, independensi peradilan meyakinkan dewan
elektoral bahwa Mahkamah hampir selalu akan mendasarkan keputusannya
pada hukum daripada keberpihakan politik; pada prinsip-prinsip demokrasi
yang tak lapuk oleh zaman daripada kehendak yang muncul saat itu. Tak
bisa dibantah, peran peradilan independen adalah untuk melaksanakan
keyakinan Amerika bahwa mayoritas yang berkuasa hanyalah satu aspek dari
demokrasi yang nyata. Demokrasi juga terdapat dalam perlindungan
hak-hak individu, menyediakan perlindungan tersebut adalah tugas utama
peradilan federal.
Kekuasaan lembaga kepresidenan,
Kekuasaan
eksekutif berada di tangan presiden berdasarkan konstitusi. Konstitusi
juga mengatur pemilihan Wakil Presiden termasuk wewenang sementara untuk
menggantikan presiden jika presiden meninggal dunia, mengundurkan diri
atau diberhentikan. Di samping itu, Konstitusi juga mengatur tugas dan
kewenangan presiden secara detail yang tidak dapat didelegasikan kepada
siapapun termasuk Wakil Presiden, kabinet presidensial atau pegawai
pemerintah federal lainnya. Dengan kata lain kekuasaan eksekutif
terpusat pada Presiden. Mengenai kekuasaan eksekutif berada di tangan
presiden ini secara konstitusional terdapat dalam Pasal II Konstitusi
Amerika Serikat, yang menetapkan adanya seorang presiden, menentukan
cara pemilihan dan menetapkan masa jabatan presiden selama empat tahun.
Dalam hubungannya dengan Parlemen, Presiden mempunyai hak veto.[12] Pertama, veto
biasa digolongkan sebagai “veto negatif” yang terjadi pada masa sidang.
Veto ini bisa dikesampingkan jika dua pertiga dari jumlah HoR dan Senat
menolak veto tersebut. Kedua, veto yang secara konstitusional tidak diatur tetapi berlaku sehingga disebut “pocket veto”.
Veto jenis ini bisa dikatakan veto absolut karena tidak bisa ditolak.
Hal ini disebabkan kongres tidak sedang dalam masa sidang, sehingga veto
tersebut tidak bisa diimbangi oleh Kongres.
Ditambahkan
lagi, antar lembaga negara di Amerika Serikat dikenal sebuah sistem
pengawasan dan perimbangan yang dirancang untuk memperbolehkan tiap
lembaga negara membatasi kekuasaan yang lain. Presiden bisa memveto
langkah-langkah Kongres baik dalam tataran konstitusional maupun
kebijakan dan vetonya tidak bisa diruntuhkan seperti di sampaikan di
atas. Hal ini tidak saja memberi presiden kesempatan untuk mengawasi
Kongres, namun juga memungkinkannya untuk lebih dulu mengimbangi
kepentingan legislatif. Namun pengawasan dan perimbangan juga membatasi
prerogatif kepresidenan. Perintah eksekutif kepresidenan, misalnya saja,
harus sesuai dengan UU atau ia tak akan bisa diberlakukan oleh
pengadilan federal. Penunjukkan yang dilakukan presiden untuk
jabatan-jabatan tinggi harus disetujui mayoritas suara senat.
Hal terpenting dari pengawasan terhadap presiden berupa impeachment
dan pemecatan karena kejahatan berat dan perbuatan tercela. Dalam
sistem konstitusional Amerika tidak ada pemecatan karena mendapat mosi
tak percaya dari dewan legislatif, seorang presiden di-impeach
oleh suara mayoritas dari parlemen. Selanjutnya ia disidangkan di Senat,
dengan pimpinan sidang kepala MA Amerika Serikat dengan hukuman
terberatnya hanyalah pemecatan dari jabatan sekalipun seorang presiden
bisa dituduh dan diadili di pengadilan biasa untuk membuktikan apakah ia
terbukti bersalah atau terbebas dari tuduhan dalam impeachment yang jatuh padanya.[13]
Peran media yang bebas,
Hal
yang berkaitan erat dengan hak publik untuk tahu adalah media yang
bebas (surat kabar, radio dan televisi) yang bisa menginvestigasi
jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan.
Dalam hal ini, pers dianggap sebagai penjaga yang baik dari demokrasi
dan merupakan pengganti warga, melaporkan kembali melalui media cetak
dan penyiaran apa yang sudah ditemukannya sehingga masyarakat bisa
bertindak berdasarkan pengetahuan itu. Dalam demokrasi, masyarakat
bergantung pada pers untuk memberantas korupsi, untuk memaparkan
kesalahan penerapan hukum atau ketidakefisienan kerja sebuah lembaga
pemerintah. Tak ada negara yang bisa bebas tanpa adanya pers bebas dan
satu pertanpa kediktatoran adalah pembungkaman media.
Tidak
semua negara demokrasi memiliki semangat yang sama dengan Amerika
Serikat untuk pers yang leluasa bergerak dan bahkan pengadilan Amerika
sekalipun condong untuk secara progresif memberi kebebasan lebih banyak
kepada media, tidak dengan tetap mendukung kebebasan mengeluarkan
pendapat sepenuhnya. Sebuah negara yang demokratis, ia harus siap
memberikan perlindungan substansial untuk ide-ide pengeluaran pendapat
media.
Peran kelompok-kelompok kepentingan,
Dengan
semakin kompleksnya permasalahan dan bertambah banyaknya jumlah
penduduk yang sangat plural tidak mengherankan jumlah kelompok-kelompok
kepentindan di Amerika Serikat yang berfungsi menyuarakan aspirasi
masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, ada banyak
organisasi di luar pemerintah yang independen dari negara, misalnya
GOPAC yang merupakan insitusi independen yang bergerak dalam bidang
penyediaan informasi politik penting dan strategis bagi keperluan
pendidikan, research maupun bisnis. Ia bukan hanya diperlukan
oleh kalangan politisi saja tapi juga masyarakat awam dan pelaku bisnis.
Di samping itu, juga ada Public Opinion Strategies (POS) yang merupakan institusi independen yang menekankan research kemasyarakatan dan pelayanan masyarakat sebagai misi utamanya.
Meskipun
kedua institusi di atas menyatakan dirinya independen namun tidak dapat
dipungkiri dua institusi tersebut lebih merupakan organisasi yang
dibiayai oleh Partai Republik. Namun di samping itu, masih banyak
kelompok-kelompok kepentingan lainnya seperti Asosiasi Nasional
Pengusaha Manufaktur dan Kamar Dagang Amerika Serikat yang menjadi juru
bicara bagi seluruh komunitas bisnis, ada perserikatan-perserikatan
buruh, asosiasi-asosiasi kaum profesional seperti Asosiasi Dokter
Amerika dan Asosiasi Pengacara Amerika dan banyak lagi kelompok-kelompok
kepentingan lainnya yang benar-benar independen dari negara.
Setidaknya,
disadari di Amerika Serikat bahwa ciri khas masyarakat demokratis
adalah adanya ruang bagi warga untuk menciptakan sumber daya politik
alternatif yang bisa mereka mobilisir saat mereka membutuhkannya. Dengan
demikian, kelompok-kelompok kepentingan yang terorganisir memainkan
peran mendasar; mereka membantu warga agar dapat memanfaatkan sumber
daya yang mereka miliki secara lebih efektif seperti suara, kebebasan
berbicara, perserikatan serta proses hukum.
Melindungi hak-hak minoritas,
Memang
harus diakui, meskipun Amerika Serikat dianggap sebagai negara
demokratis, namun sejarah perlindungan terhadap kaum minoritas di
Amerika Serikat sangat buruk sekali. Hal ini bukan hanya perlakuan yang
diskriminatif terhadap masyarakat Afrika Amerika (kulit hitam) tapi juga
masyarakat Indian. Setidaknya dalam perkembangan dewasa ini, perjuangan
ke arah penghapusan terhadap diskriminasi tersebut telah dilakukan.
Memang perjuangan untuk mengakhiri diskriminasi terhadap kaum minoritas
di Amerika Serikat kebanyakan mengambil tempat di meja hijau dan di
Kongres serta dewan legislatif di negara-negara bagian.
Upaya-upaya tersebut telah terbukti berhasil dengan dua alasan,[14] pertama, kekuasaan
hukum dan keyakinan yang terus hidup di masyarakat Amerika Serikat
bahwa sekalipun terdapat individu-individu maupun kelompok-kelompok yang
tidak sepakat dengan penyelesaian dari pengadilan atau pihak-pihak
legislatif dalam pembentukan kebijakan-kebijakan, para warga negara
terikat untuk tunduk pada kebijakan tersebut. Apabila mereka tidak
setuju dengan kebijakan atau peraturan tersebut, mereka akan melobi
pihak legislatif dan mengajukan tuntutan ke pengadilan ketimbang
membanjiri jalan-jalan.
Kedua, kepercayaan
sipil masyarakat Amerika Serikat seperti tertera dalam Konstitus,
Deklarasi Kemerdekaan dan tradisi panjang yang berlangsung di legislatif
dan pengadilan, memegang teguh bahwa semua orang diciptakan setara dan
berhak untuk mendapatkan perlindungan yang setara di bawah hukum. Jadi
prinsip umumnya adalah semua individu mesti mendapatkan perlakuan yang
setara di bawah hukum. Apabila tidak, maka bangsa ini menggali kuburnya
sendiri menuju pertikaian antar kelas di masyarakat sipil.
Kontrol sipil atas militer,
Pada
masa awal berdirinya negara Amerika Serikat, ada empat premis dasar
tentang bagaimana Amerika melihat kontrol sipil atas militer.[15] Pertama, kekuatan militer berskala besar dipandang sebagai ancaman terhadap kemerdekaan. Kedua, kekuatan-kekuatan militer yang besar mengancam demokrasi Amerika. Ketiga, kekuatan-kekuatan militer yang besar mengancam kesejahteraan ekonomi, dan keempat, kekuatan-kekuatan
militer berskala besar mengancam perdamaian. Berdasarkan hal
tersebutlah kemudian Amerika Serikat tidak pernah membahas pembentukan
kekuatan militer yang sifatnya permanen dalam Konstitusinya. Selanjutnya
dijadikan komandan militer yang mengatur kekuatan militer di Amerika.
Dalam
perkembangan selanjutnya, pengalaman Amerika Serikat dapat dijadikan
pelajaran bagi negara-negara lain terutama dalam hal ancaman perebutan
kekuasaan oleh para pemimpin militer. Setidaknya ada dua prinsip yang
dapat mendorong kontrol oleh kaum sipil.[16] Pertama, demokrasi
yang baru muncul dapat menjadi alasan yang baik untuk meletakkan
dasar-dasar konstitusional sebagai basis dari kontrol kaum sipil
terhadap kalangan militer. Konstitusi Amerika Serikat secara jelas
mendudukkan Presiden, pemimpin yang memenangkan suara rakyat dari kaum
sipil, sebagai pemenang tampuk kepemimpinan atas angkatan bersenjata. Kedua, militer
menjalani peran administratif bukan pembuatan keputusan. Namun hambatan
yang dapat menghambat kontrol kaum sipil atas kalangan militer adalah
budaya yang terkadang mendewa-dewakan kalangan militer. Memang sulit
menghapus budaya ini namun perlu untuk dilakukan apabila ingin
menempatkan kalangan militer di bawah kontrol kaum sipil.
IV. PENUTUP
Dari
semua paparan di atas, terlihat dengan jelas bahwa pandangan Amerika
Serikat termasuk negara demokratis sedikit banyak dapat dikatakan
demikian. Hal ini tergambar dari apa yang menjadi tiga cara yang
memperlihatkan satu negara itu demokratis atau tidak telah terpenuhi,
yaitu pemilu telah dilaksanakan secara bebas dan adil dimana Pemilu
dikoordinir oleh satu lembaga yang independen dari negara dan telah
memberikan keleluasaan bagi sipil dalam menyalurkan hak pilihnya.
Ditambahkan lagi, baik atau tidaknya jalan pemerintahan semua tergantung
dari berjalannya rule of law dalam masyarakat dan masyarakat sendiri yang menentukan nasibnya.
Di
samping itu, Dahl yang menyatakan tentang demokrasinya sebagai
demokrasi pluralis dengan pluralisme organisasi telah pula berjalan
seperti banyaknya asosiasi-asosiasi dan kelompok-kelompok kepentingan
yang independen atau otonom dari negara. Hal ini kemudian terlihat bahwa
sudah mulai ditempatkannya secara proporsional apa yang menjadi hak-hak
kaum minoritas baik dalam artian secara rasial maupun kelompok yang
kalah dalam Pemilu sehingga di Amerika Serikat bukanlah hal yang
mengherankan adanya kelompok yang menjadi oposisi.
Amerika
Serikat juga secara jelas memperlihatkan negara tersebut negara yang
menganut demokrasi liberal. Negara ini tidak menginginkan adanya
kekuasaan yang berlebihan dari kalangan militer baik langsung maupun
tidak langsung. Dalam pengisian jabatan publik baik dalam birokrasi
maupun dalam bidang politik, Amerika Serikat selalu menitikberatkan pada
kemampuan individu atau kapabilitas seseorang terhadap jabatan yang
akan diisinya. Hal ini dikarenakan Amerika Serikat menetapkan sistem
merit dalam pengisian jabatan publiknya. Akuntabilitas ini tidak hanya
diperlihatkan dalam kaitan antara penguasa dengan rakyatnya tetapi juga
antar lembaga negara yang ada. Dalam artian, akuntabilitasnya sebagai
pejabat yang memang memiliki kelebihan dibandingkan rakyat yang akan
dipimpinnya maupun dalam hubungan kelembagaan untuk saling melakukan
pengawasan dan perimbangan dengan lembaga negara yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
I. Buku
Heywood, Andrew, 2002, Politics, 2nd ed., Hampshire: Palgrave
Diamond, Larry, 2003, Developing Democracy Toward Consolidation, Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment (IRE)
Thoha, Miftah, 2003, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers
Dahl, Robert A., 1985, Dilema Demokrasi Pluralis. Antara Otonomi dan Kontrol, Jakarta: Rajawali Pers
Varma, S.P., 1995, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers
II. Lain-Lain
Demokrasi, Office of International Information Programs U.S. Department of State
Kumpulan Laporan Akhir Peserta Program Comparative Analysis of Political System, Jakarta: International Republican Institute, 2001
0 komentar:
Posting Komentar